Tuesday, March 15, 2011

Kisah Nabi Luth a.s.

Allah SWT berfirman:

"Kaum Luth telah mendustakan rasul-rasul. Ketika saudara mereka Luth, berkata kepada mereka: Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku." (QS. asy-Syu'ara: 160-163)

Dengan kelembutan dan kasih sayang semacam ini, Nabi Luth berdakwah kepada kaumnya. Beliau mengajak mereka untuk hanya menyembah kepada Allah SWT yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan melarang mereka untuk melakukan kejahatan dan kekejian. Namun dakwah beliau berhadapan dengan hati yang keras dan jiwa yang sakit serta penolakan yang berasal dari kesombongan.

Kaum Nabi Luth melakukan berbagai kejahatan yang tidak biasa dilakukan oleh penjahat manapun. Mereka merampok dan berkhianat kepada sesama teman serta berwasiat dalam kemungkaran. Bahkan catatan kejahatan mereka ditambah dengan keja­hatan baru yang belum pernah terjadi di muka bumi. Mereka memadamkan potensi kemanusiaan mereka dan daya kreatifitas yang ada dalam diri mereka. Yaitu kejahatan yang belum pernah dilakukan seseorang pun sebelum mereka di mana mereka berhubungan seks dengan sesama kaum pria (homo seks).

Allah SWT berfirman:

"Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika ia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji itu sedang kamu melihat(nya). Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu), bukan mendatangi wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak dapat mengetahui (akibat perbuatanmu)." (QS. an-Naml: 54-55)

Nabi Luth menyampaikan dakwah kepada mereka dengan penuh ketulusan dan kejujuran, namun apa gerangan jawaban dari kaumnya:

"Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: 'Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (mendakwahkan dirinya) bersih.'" (QS. an-Naml: 56)

Mengapa mereka menjadikan sesuatu yang patut dipuji menjadi sesuatu yang tercela yang kemudian harus diusir dan dikeluarkan. Tampak bahwa jiwa kaum Nabi Luth benar-benar sakit dan mereka justru menganiaya diri mereka sendiri serta bersikap angkuh terhadap kebenaran. Akhirnya, kaum pria cenderung kepada sesama jenis mereka, bukan malah cenderung kepada wanita. Sungguh aneh ketika mereka menganggap kesucian dan kebersihan sebagai kejahatan yang harus disirnakan. Mereka orang-orang yang sakit yang justru menolak obat dan memeranginya. Tindakan kaum Nabi Luth membuat had beliau bersedih. Mereka melakukan kejahatan secara terang-terangan di tempat-tempat mereka. Ketika mereka melihat seorang asing atau seorang musafir atau seorang tamu yang memasuki kota, maka mereka menangkapnya. Mereka berkata kepada Nabi Luth, "sambutlah tamu-tamu perempuan dan tinggalkanlah untuk kami kaum pria." Mulailah perilaku mereka yang keji itu terkenal.

Nabi Luth memerangi mereka dalam jihad yang besar. Nabi Luth mengemukakan argumentasi. Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun berlalu, dan Nabi Luth terus berdakwah. Namun tak seorang pun yang mengikutinya dan tiada yang beriman kepadanya kecuali keluarganya, bahkan keluarganya pun tidak beriman semuanya. Istri Nabi Luth kafir seperti istri Nabi Nuh:

"Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): 'Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk neraka.'" (QS. at-Tahrim: 10)

Jika rumah adalah tempat istirahat yang di dalamnya seseorang mendapatkan ketenangan, maka Nabi Luth tersiksa, baik di luar rumah maupun di dalamnya. Kehidupan Nabi Luth dipenuhi dengan mata rantai penderitaan yang keras namun beliau tetap sabar atas kaumnya. Berlalulah tahun demi tahun tetapi tak seorang pun yang beriman kepadanya, bahkan mereka mulai mengejek ajarannya dan mengatakan apa saja yang ingin mereka katakan:

"Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-arang yang benar." (QS. al-'Ankabut: 29)

Ketika terjadi hal tersebut, Nabi Luth berputus asa kepada mereka dan ia berdoa kepada Allah SWT agar menolongnya dan menghancurkan orang-orang yang membuat kerusakan. Akhirnya, para malaikat keluar dari tempat Nabi Ibrahim menuju desa Nabi Luth. Mereka sampai saat Ashar. Mereka mencapai pagar-pagar Sudum. Sungai mengalir di tengah-tengah tanah yang penuh dengan tanaman yang hijau.

Sementara itu, anak perempuan Nabi Luth berdiri sedang memenuhi tempat airnya dari air sungai itu. Ia mengangkat wajahnya sehingga menyaksikan mereka. Ia tampak keheranan melihat kaum pria yang memiliki ketampanan yang mengagumkan. Salah seorang malaikat bertanya kepada anak kecil itu: "Wahai anak perempuan, apakah ada rumah di sini?" Ia berkata (saat itu ia mengingat kaum­nya), "Hendaklah kalian tetap di situ sehingga aku memberitahu ayahku dan kemudian akan kembali pada kalian." Ia meninggalkan wadah airnya di sisi sungai dan segera menuju ayahnya.

"Ayahku, ada pemuda-pemuda yang ingin menemuimu di pintu kota. Aku belum pernah melihat wajah-wajah seperti mereka," kata anak itu dengan nada gugup. Nabi Luth berkata kepada dirinya sendiri: Ini adalah hari yang dahsyat. Beliau segera berlari menuju tamu-tamunya. Ketika Nabi Luth melihat mereka, beliau merasakan keheranan yang luar biasa. Beliau berkata: "Ini adalah hari yang dahsyat." Beliau bertanya kepada mereka: "Dari mana mereka datang dan apa tujuan mereka?" Mereka malah terdiam dan justru memintanya untuk menjamu mereka." Nabi Luth tampak malu di hadapan mereka, kemudian beliau berjalan di depan mereka sedikit lalu beliau berhenti sambil menoleh kepada mereka dan berkata: "Saya belum mengetahui kaum yang lebih keji di muka bumi ini selain penduduk negeri ini." Beliau mengatakan demikian dengan maksud agar mereka mengurungkan niat mereka untuk bermalam di negerinya. Namun mereka tidak peduli dengan ucapan Nabi Luth dan mereka tidak memberikan komentar atasnya.

Nabi Luth kembali berjalan bersama mereka dan beliau selalu berusaha untuk mengalihkan pembicaraan tentang kaumnya. Nabi Luth memberitahu mereka bahwa penduduk desanya sangat jahat dan menghinakan tamu-tamu mereka. Di samping itu, mereka juga membuat kerusakan di muka bumi dan seringkali terjadi pertentangan di dalam desanya. Pemberitahuan tersebut dimaksudkan agar para tamunya membatalkan niat mereka untuk bermalam di desanya tanpa harus melukai perasaan mereka dan tanpa menghilangkan penghormatan pada tamu. Nabi Luth berusaha dan mengisyaratkan kepada mereka untuk melanjutkan perjalanannya tanpa harus mampir di negerinya. Namun tamu-tamu itu sangat mengherankan. Mereka tetap berjalan dalam keadaan diam. Ketika Nabi Luth melihat tekad mereka untuk tetap bermalam di kota, beliau meminta kepada mereka untuk tinggal di suatu kebun sehingga datang waktu Maghrib dan kegelapan menyelimuti segala penjuru kota. Nabi Luth sangat bersedih dan dadanya menjadi sempit. Karena rasa takutnya dan penderitaanya sehingga ia lupa untuk memberi mereka makanan. Kegelapan mulai menyelimuti kota. Nabi Luth menemani tiga tamunya itu berjalan menuju rumahnya. Tak seorang pun dari penduduk kota yang melihat mereka. Namun istrinya melihat mereka sehingga ia keluar menuju kaumnya dan memberitahu mereka kejadian yang dilihatnya. Kemudian tersebarlah berita dengan begitu cepat dan selanjutnya kaum Nabi Luth menemuinya. Allah SWT berfirman:

"Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata: 'Ini adalah hari yang amat sulit.' Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergesa-gesa. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji." (QS. Hud: 77-78)

Mulailah terjadi hari yang sangat keras. Kaum Nabi Luth bergegas menuju padanya. Nabi Luth bertanya pada dirinya sendiri: "Siapa gerangan yang memberitahu mereka?" Kemudian ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari istrinya namun ia tidak menemuinya. Maka bertambahlah kesedihan Nabi Luth.

Kaum Nabi Luth berdiri di depan pintu rumah. Nabi Luth keluar kepada mereka dengan penuh harap, bagaimana seandainya mereka diajak berpikir secara sehat? Bagaimana seandainya mereka diajak menggunakan fitrah yang sehat? Bagaimana seandainya mereka tergugah dengan kecenderungan yang sehat terhadap jenis lain yang Allah SWT ciptakan untuk mereka? Bukankah di dalam rumah mereka terdapat kaum wanita? Seharusnya wanitalah yang menjadi kecenderungan mereka, bukan malah mereka cenderung kepada sesama pria.

"Dia berkata: 'Hai kaumku, inilah putri-putri (negeriku) mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal." (QS. Hud: 78)

"Inilah putri-putri (negeriku)." Apa yang dimaksud dengan pernyataan tersebut? Nabi Luth ingin berkata kepada mereka: "Di hadapan kalian terdapat wanita-wanita di bumi. Mereka lebih suci bagi kalian dalam bentuk kesucian jiwa dan fisik. Ketika kalian cen­derung kepada mereka, maka kecenderungan itu merupakan pelaksanaan dari fitrah yang sehat." "Maka bertakwalah kalian kepada Allah." Nabi Luth berusaha menjamah jiwa mereka dari sisi takwa setelah menjamahnya dari sisi fitrah. Bertakwalah kepada Allah SWT dan ingatlah bahwa Allah SWT mendengar dan melihat serta akan murka dan menyiksa orang-orang yang durhaka. Seharusnya orang yang berakal sehat menghindari murka-Nya.

"Dan janganlah kalian mencemarkan namaku terhadap tamuku ini." Ini adalah usaha gagal dari beliau yang mencoba menggugah kemuliaan dan tradisi mereka sebagai orang badui yang harus menghormati tamu, bukan malah menghinakannya. "Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?" Tidakkah di antara kalian terdapat orang yang mempunyai pikiran yang sehat? Tidakkah di antara kalian terdapat laki-laki yang berakal? Apa yang kalian inginkan jika memang terwujud, maka itu hakikat kegilaan. Akal adalah sarana yang tepat bagi kalian untuk mengetahui kebenaran. Sesungguhnya perkara tersebut sangat jelas kebenarannya jika kalian memperhatikan fitrah, agama, dan harga diri." Kaumnya menunggu hingga beliau selesai dari nasihatnya yang singkat lalu mereka tertawa terbahak-bahak. Kalimat Nabi Luth yang suci itu tidak mampu mengubah pendirian jiwa yang sakit, hati yang beku, dan pikiran yang bodoh:

"Mereka menjawab: 'Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap putri-putrimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.'" (QS. Hud: 79)

Demikianlah tampak dengan jelas bahwa kebenaran tersembunyi di balik pengkaburan, suatu hal yang diketahui oleh dunia semuanya. Mereka tidak mengatakan kepadanya apa yang mereka inginkan karena dunia mengetahuinya dan selanjutnya ia juga mengetahui, yakni isyarat yang buruk pada perbuatan yang buruk.

Nabi Luth merasakan kesedihan dan kelemahannya di tengah-tengah kaumnya. Dengan marah Nabi Luth memasuki rumahnya dan menutup pintu rumahnya. Ia berdiri mendengarkan tertawa dan celaan serta pukulan terhadap pintu rumahnya. Sementara itu, orang-orang asing yang dijamu oleh Nabi Luth tampak duduk dalam keadaan tenang dan terpaku. Nabi Luth merasakan keheranan dalam dirinya ketika melihat ketenangan mereka. Dan pukulan-pukulan yang ditujukan pada pintu semakin kencang. Mulailah kayu-kayu pintu itu tampak rusak dan lemah, lalu Nabi Luth berteriak dalam keadaan kesal:

"Luth berkata: 'Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).'" (QS. Hud: 80)

Nabi Luth berharap akan mendapatkan kekuatan sehingga dapat melindungi para tamunya. Beliau mengharapkan seandainya terdapat benteng yang kuat yang dapat melindunginya, yaitu benteng Allah SWT yang di dalamnya para nabi dan kekasih-kekasih-Nya dilindungi. Berkenaan dengan hal itu, Rasulullah berkata saat membaca ayat tersebut: "Allah SWT menurunkan rahmat atas Nabi Luth. Ia berlindung pada benteng yang kokoh." Ketika penderitaan mencapai puncaknya dan Nabi Luth mengucapkan kata-katanya yang terbang laksana burung yang putus asa, para tamunya bergerak dan tiba-tiba bangkit. Mereka memberitahunya bahwa ia benar-benar akan terlindung di bawah benteng yang kuat:

"Para utusan (malaikat) berkata: 'Hai Luth sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-sekali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu." (QS. Hud: 81)

Jangan berkeluh kesah wahai Luth dan jangan takut. Kami adalah para malaikat, dan kaum itu tidak akan mampu menyentuhmu. Tiba-tiba pintu terbelah. Jibril bangkit dan ia menunjuk dengan tangannya secara cepat sehingga kaum itu kehilangan matanya. Lalu mereka tampak serampangan di dalam dinding dan mereka keluar dari rumah dan mereka mengira bahwa mereka memasukinya. Jibril as menghilangkan mata mereka.

Allah SWT berfirman:

"Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu kami butakan mata mereka, maka rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya pada esok harinya mereka ditimpa azab yang kekal." (QS. al-Qamar: 37-38)

Para malaikat menoleh kepada Nabi Luth dan memerintahkan kepadanya untuk membawa keluarganya di tengah malam dan keluar. Mereka mendengar suara yang sangat mengerikan dan akan menggoncangkan gunung. Siksa apa ini? Ini adalah siksa dari bentuk yang aneh. Para malaikat memberitahunya bahwa istrinya termasuk orang-orang yang menentangnya. Istrinya adalah seorang kafir seperti mereka, sehingga jika turun azab kepada mereka, maka ia pun akan menerimanya.

Keluarlah wahai Luth karena keputusan Tuhanmu telah ditetapkan. Nabi Luth bertanya kepada malaikat: "Apakah sekarang akan turun azab kepada mereka?" Para malaikat memberitahunya bahwa mereka akan terkena azab pada waktu Subuh. Bukankah waktu Subuh itu sangat dekat?

Allah berfirman SWT:

"Pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang pun di antara kalian yang tertinggal, kecuali istrimu Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka adalah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?" (QS. Hud: 81)

Nabi Luth keluar bersama anak-anak perempuannya dan istrinya. Mereka keluar di waktu malam. Dan tibalah waktu Subuh. Kemudian datanglah perintah Allah SWT:

"Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 82-83)

Para ulama berkata: "Jibril menghancurkan dengan ujung sayapnya tujuh kota mereka. Jibril mengangkat semuanya ke langit sehingga para malaikat mendengar suara ayam-ayam mereka dan gonggongan anjing mereka. Jibril membalikkan tujuh kota itu dan menumpahkannya ke bumi. Saat terjadi kehancuran, langit menghujani mereka dengan batu-batu dari neraka Jahim. Yaitu batu-batu yang keras dan kuat yang datang silih berganti. Neraka Jahim terus menghujani mereka sehingga kaum Nabi Luth musnah semuanya. Tiada seorang pun di sana. Semua kota-kota hancur dan ditelan bumi sehingga terpancarlah air dari bumi. Hancurlah kaum Nabi Luth dan hilanglah kota-kota mereka. Nabi Luth mendengar suara-suara yang mengerikan. Istrinya melihat sumber suara dan dia pun musnah."

Allah SWT berfirman tentang kota-kota Luth:

"Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang-orang yang berserah diri. Dan Kami tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada siksa yangpedih. " (QS. adz-Dzariyat: 35-37)

"Dan sesungguhnya kota itu benar-benar terletak dijalan yang masih tetap (dilalui manusia)." (QS. al-Hijr: 76)

"Dan sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekah) benar-benar akan melalui (behas-bekas) mereka di waktu pagi, dan diwaktu malam. Maka apakah kamu tidak memikirkannya." (QS. ash-Shaffat: 137-138)

Yakni ia adalah bukti kekuasaan Allah SWT yang zahir. Para ulama berkata: "Bahwa kota-kota yang tujuh menjadi danau yang aneh di mana airnya asin dan deras airnya lebih besar dari derasnya air laut yang asin. Dan di dalam danau ini terdapat batu-batu tarnbang yang mencair. Ini mengisyaratkan bahwa batu-batu yang ditimpakan pada kaum Nabi Luth menyerupai butiran-butiran api yang menyala. Ada yang mengatakan bahwa danau yang sekarang bernama al-Bahrul Mayit yang terletak di Palestina adalah kota-kota kaum Nabi Luth."

Tamatlah riwayat kaum Nabi Luth dari bumi. Akhirnya, Nabi Luth menemui Nabi Ibrahim. Beliau menceritakan berita tentang kaumnya. Beliau heran ketika mendengar bahwa Nabi Ibrahim juga mengetahuinya. Nabi Luth terus melanjutkan misi dakwahnya di jalan Allah SWT seperti Nabi Ibrahim. Mereka berdua tetap menyebarkan Islam di muka bumi.

Sunday, March 6, 2011

Wednesday, March 2, 2011

A Sad Story from my Sister... Really Sad.. :(

Setiap kali Februari menjengah, hati dan perasaan saya pasti lebih kuat terkenangkan si dia, cinta hati saya. Feb 1995 saya berpisah dengannya. Sudah lama namun memori saya dengan jelas masih teringat rupa parasnya, senyumnya, terdengar2 suaranya malah boleh saya bayangkan dengan jelas urat2 yang timbul di tangan tuanya itu. Manakan tidak, itulah tangan yang sering mengelus rambut, menyuap nasi malah memicit kaki saya ketika tidur. Bukan pada saya saja, malah pada adik beradik dan sepupu2 yg lain juga.




Ketika kecil, bila hujan lebat turun membasahi rumah papan kami, itulah saat yang saya nantikan. Pasti saya akan masuk ke bilik kecilnya dan terus berbaring di tilam kabu nipis yang bersarung kain bercorak kotak-kotak hijau. Sambil berbaring, saya menunggu dia memulakan cerita. Cerita yang sama, cerita yang telah berpuluh kali saya dengar. Atau mungkin beratus kali. Cerita tentang anaknya, Miskiah, yang telah meninggal dunia akibat demam panas. Bagaimana jururawat mat saleh, yang dulu dipanggil 'sister', naik ke rumah dengan heels, berdetap-detap bunyinya lalu mengarahkan agar anak kecil itu segera di bawa ke hospital. Sambil bercerita setiap detailnya, seolah-olah peristiwa itu baru berlaku semalam. Sungguh dia tak mampu melupakan anaknya itu, meski tuhan mengurniakan 12 anak lain kepadanya. Tiap kali cerita itu juga, saya pasti melontar soalan yang sama, mana cantik dia dengan Cik Ani? Saya membanding Miskiah dengan makcik bongsu saya yang saya kira begitu cantik dan manis. "Cik Ani manis, Miskiah pula macam orang putih", jawabnya konsisten. Selama cerita berlangsung, tangan tuanya akan memicit2 kaki dan tangan saya, kesian katanya, sudahlah kurus, kalau main tak tau nak berhenti. Saya pula pasti cuba melengah2 cerita, biar sesi urutan berpanjangan. Sungguh, saya amat rindu saat2 itu. Saya rindu dia, tilam kekabu nipis itu dan bunyi hujan yang menghentam zink buruk rumah kami.




Dulu sewaktu kecil, dia amat berbangga dengan kebolehan saya petah berbicara. Tiap kali adiknya datang, pasti disuruhnya saya berpidato, tidak kisah tajuknya asal intonasinya ada turun naik dan penuh semangat. Sambil duduk mengunyah tembakau, dia dan adiknya begitu teruja melihat saya. Masih bisa saya bayangkan wajah mereka. Bila habis saya berpidato, pasti cinta hati saya ini memandang adiknya, sambil tersenyum bangga. Saya pula pasti ketawa terkekeh2 kerana saya sendiri tidak faham apa yang saya sampaikan. Cuma, saya begitu gembira melihat dia berasa bangga dengan saya.



Kini, setiap kali takbir, pasti saya terkenang dia. Sehinggalah raya terakhir bersamanya, saya pasti duduk di sebelahnya kala dia mendengar takbir di kaca tv. Kami sama2 ikut bertakbir. Dia akan duduk di atas kerusi besi berkusyen pvc biru di depan tv hitam putih kami, sambil saya bersandar di kakinya. Sungguh damai rasanya. Matanya merah. Saya tahu dia terkenangkan orang2 yang dikasihinya dan telah tiada. Takbir kini pasti mengheret saya pada memori itu. Saat saya pula yang terkenang dan merindukannya. Sedang adik beradik dan sepupu yang lain pergi berhari raya, jika dia keseorangan, saya akan menemaninya, bimbang jika nanti tamu datang tiada siapa pula nak buat minuman. Diam2 dipeluk ciumnya saya, tanda terima kasih darinya.



Bukan itu saja, kami juga punya baju kurung raya yang sama. Warna coklat cair dengan bunga- bunga kecil pelbagai warna. Sungguh veteran coraknya. Baju kurung itulah yang sering saya pakai tatkala rindu menebal terhadapnya setelah dia tiada. Ketika di universiti, bila memakai baju itu, ada jua kawan yang menegur betapa 'tua' pattern-nya tapi saya diamkan saja. Apa yang mereka tidak tahu, saya membawa semangat seorang wanita yang sukar hidupnya, tapi hatinya besar, penuh cinta utk saya dan keluarganya. Ya, acapkali menyarung si coklat berbunga2, itulah perasaan dan semangat saya.



Ketika meningkat remaja, sering dia ingatkan saya, agar jangan memilih jodoh, andai ada yang sudi terima saja. Saya tidak setuju dengannya, membantah dn mengingatkannya itu cara wanita lama. Saya katakan padanya, saya hanya akan berkahwin dgn lelaki yg saya cintai. Tidak kisah tak kahwin jika tak jumpa. Gusarnya dia. Bimbang jika saya lambat bertemu jodoh. Setiap kali itu juga, mukanya pasti murung, oh sungguh risau dia.



Sewaktu lebuhraya Plus masih dalam pembinaan, kami berdiri di tepi jambatan sambil melihat tanah merah yang diratakan. "Nanti bila hiway dah siap, atuk boleh datang rumah Anum naik bas. Hujung minggu Atuk datang". Berbunga hati saya mendengar janjinya itu. Sungguh saya memang cinta dia.



Ketika guru besar sekolah datang ke rumah menyampaikan keputusan saya, begitu gembira dia. Penuh teruja. Langsung membuat janji dengan saya. "Kalau Anum pegi Ostroliah, Anum belikan atuk kain ye?" pintanya jika saya menjejak kaki ke negara kangaroo itu. Saya ketawa. Pegang janjinya. Ingat janjinya.



Tapi dia sudah lama tiada. Namun kuatnya dia dalam ingatan saya sehingga kini...



Ketika sakitnya dia, saya mengikuti kursus bahasa inggeris di Akademi MARA (MLA). Sehari sebelum pemergiannya, jiwa saya kacau, fikiran saya kecamuk. " Atuk macam tu lah" jawab emak bila saya bertanyakan khabar si buah hati saya. Menjelang tengah hari, saya nekad bertemu guru kelas, berkeras akan balik ke kampung hari itu juga sedang hujung minggu tersebut semua pelajar tidak dibenarkan balik. Saya tekankan padanya, walau pak guard menghalang pun akan saya redahi dia. Guru tersebut mengalah lalu membenarkan saya pulang ke desa.



Rupanya jiwa kecamuk itu bagai petanda. Tidak sangka saya keesokan harinya Izrail datang menjemput kekasih hati saya.



Masih saya ingat saat- saat itu. Masih terasa perasaan itu. Sebunya tidak hilang hingga kini. Ketika itu, saya duduk di sisi kirinya, saya elusi tangan tuanya Air mata saya mengalir tenang tanpa boleh diseka. Saya amati wajahnya dalam2. Ingin saya dakap erat2. Saya tahu itu saat2 terakhir saya bersamanya. Hati saya menjerit gila. Merayu agar dia dipanjangkan hayatnya. Tapi, begitu jelas dia sedang berperang dengan sakaratul maut. Anak bongsu kesayangannya, tak henti berbisik ayat suci kepadanya. Kak Peah, cucunya jua, duduk di hujung kaki. Di sebelah kanannya pula, duduk suami Cik Ani. Pagi sekitar jam 4 itu, keadaan hening dan sepi, hanya suara kami berempat menyebut ayat2 suci dan bunyi nafasnya yang semakin dalam. Tatkala dia menarik nafas yang begitu dalam dan kuat, saya tahu masanya sudah dekat amat. Genap 4 kali nafas selepas itu, dia meninggalkan saya selamanya. Meninggalkan kenangan suka duka bersama pada saya.



Di bilik kecil yang sama, di mana saya dan dia sering bercerita, bergelak ketawa bersama, di bilik itulah jua jenazahnya dimandikan. Saya bisikkan pada emak hasrat saya untuk berbakti kepada si dia buat kali terakhir. Langsung emak mencari tempat dan menyuruh saya duduk berlunjur. Saya mengampu kaki kecilnya ketika dia dimandikan. Tiada lagi air mata membasahi pipi namun hati saya menangis selautan melihat tubuhnya yang terbujur kaku. Terpandang saya parut luka di atas pergelangan kakinya terkena cangkul beberapa tahun sebelumnya. Lebih sayu jadinya..



Dia sudah lama tiada. Namun hati sering teringatkannya. Sering mencarinya dalam mimpi2 saya. Sering terfikirkannya.



Setiap kali saya terpandang wanita seumur dengannya, berbadan sepertinya, pasti saya mencari2 rautnya, agar hilang rindu yg tebal di dada.



Ketika saya menjejak kaki ke tanah suci, ada harapan tidak terluah agar saya di'pandang'kan dia, rindu benar mata ini ingin melihatnya.



Ketika melangkah masuk ke masjid nabawi, di antara deretan tong-tong air zam zam di kiri dan kanan saya, mata saya melilau mencari tempat untuk menunaikan solat sunat. Ketika itulah, saya terpandang dia, sedang berjalan dalam pakaian telekungnya. Langkah saya terus mati. Dia begitu jelas dan nyata. Semakin dekat dengan saya. Kaku saya berdiri di situ melihat dia. Kelu. Berderai air mata tumpah menderu2 tanpa suara. Tidak saya hiraukan pandangan jemaah lain yang sibuk keluar masuk. Ada juga yang menepuk bahu saya. Sedang jiwa dan perasaan saya berlari deras memeluk dan menciumnya, jasad saya pula kaku berdiri, bagai terpasak ke bumi. Mungkinkah itu hadiah Yang Esa pada diri saya? Walla hualam.



Setiap kali saya melalui jambatan yang pernah satu ketika kami berdiri bersama, pasti saya teringatkan dia. Tatkala Highway PLUS sudah mula beroperasi, dia si cinta saya sudah uzur untuk menunaikan janjinya.



Tiap kali juga saya menjamah begedel, pasti saya teringat dia, kerana itulah makanan terakhir saya suapkan untuknya sebelum saya kembali ke MLA. Masih terlihat di mata, bagaimana sukar dia mengunyah makanan kegemarannya itu sambil tersenyum ke arah saya. " Atuk tak de apa2 nak bagi Anum, tp anting2 ni Anum simpan ye" Deras air mata saya tidak tertahan. Saya tegaskan padanya saya tak mahu anting2 itu. " Buat apa nak bagi? Itu atuk punya. Nanti atuk sihat semula." Akhirnya kami sama2 menitiskan air mata.



Sering saya terfikir, apa katanya bila melihat jodoh saya. Ingin saya khabarkan padanya, telah saya pegang kata2 saya. Bukan saya saja yang mencintai, malah saya percaya saya juga dicintai sepenuh hati. Jika dia masih ada hari ini, tentu dia bingung melihat kelasakan cicit2nya.



Langit Australia telah saya tembusi tapi tanahnya tidak saya jejaki lagi. Sayu sungguh hati ketika di dalam burung besi bila co-pilot membuat pengumuman kami berada di ruang udara negara pulau terbesar itu. Sayu kerana saya teringat janji saya padanya, agar saya belikan kain kapas buatnya. Insya ALLAH atuk, pasti akan saya belikan kain untuknya satu hari nanti.



Di dalam amal dan sedekah saya yang sedikit ini, tidak pernah saya lupa akan dia. Sering saya merayu pada Yang Esa, agar dilapangkan rumahnya di alam sana, biar lena tidurnya, diterima amalnya. Sehingga saat dan detik ini, dia masih lagi hidup segar dalam ingatan saya.



Saya bersyukur anak2 saya dapat menikmati kasih tulus seperti saya dan nenek saya. Terima kasih ALLAH memberikan peluang anak2 saya berkasih sayang dengan datuk2 dan nenek2 mereka. Saya berdoa mereka juga menghargai setiap detik yang berharga ini.



Itulah kisah cinta saya bersama si dia. Dia - Hajjah Tohirah binti Kayat. Al-fatihah.